Gandrung
Seketika seperti memendam gunung
Sesak menyeruak di jantung
Juga harum bunga kecubung
Menelikung tak urung
Pada balung
Dingin terpasung
Oh' detak detak yang terpasak
Limbung apa meriwayat
Rasa yang mengurat
Berserakan menjerat
Tercekat
Ning, aku pelipat jarak
Yang di cipta pekat
Pada mendung kotaku
Pada reranum bunga sepatu
Yang merimba rimbun aromamu
Oh' kian mengikat jiwa
Kian memikat sukma
Mengila
Mengila
Mengila
Tanpa daya
Bahkan pun tiada
A. Sasmita
Purwodadi,
06 April 2011
Friday, 8 April 2011
Thursday, 7 April 2011
Sepasang mata
Sepasang mata
Sayang, malam menidurkan kita
Berdua dalam jambangan asmara
Tempat bebunga tumbuh dan mekar
Mengakar tanpa tawar
Ialah cinta
Sayang, cinta itu bergula
Bergila rintihan bara
Membakar apa saja
Juga nafas yang panas
Mereka memerah
Membara didih di rasa
Raga kita bagai samudera
Yang mencintai bahtera
Sayang, bahtera itu kita
Bersama menyatu di sukma
Mencoba menemu resah lelah dunia
Saling munujah munajat doa doa
Setia
Sayang, kita sepasang doa
Yang mengangkasa
Pada sepasang mata
Yang tak perlu air mata
A. Sasmita
Purwodadi,
04 April 2011
Sayang, malam menidurkan kita
Berdua dalam jambangan asmara
Tempat bebunga tumbuh dan mekar
Mengakar tanpa tawar
Ialah cinta
Sayang, cinta itu bergula
Bergila rintihan bara
Membakar apa saja
Juga nafas yang panas
Mereka memerah
Membara didih di rasa
Raga kita bagai samudera
Yang mencintai bahtera
Sayang, bahtera itu kita
Bersama menyatu di sukma
Mencoba menemu resah lelah dunia
Saling munujah munajat doa doa
Setia
Sayang, kita sepasang doa
Yang mengangkasa
Pada sepasang mata
Yang tak perlu air mata
A. Sasmita
Purwodadi,
04 April 2011
Wednesday, 6 April 2011
Di angin
Di angin
Dingin
Gerus tulang
Karena malam
Menikam letih
Tertanam tajam
Lebam lebam
Kulit
Kerut melilit
Karena malam
Sebentar terbenam
Teruntai rintih
Perih
Di angin itu
Menyelimut
Denyut akut
Maut
Jangan takut
A. Sasmita
Purwodadi,
29 Maret 2011
Dingin
Gerus tulang
Karena malam
Menikam letih
Tertanam tajam
Lebam lebam
Kulit
Kerut melilit
Karena malam
Sebentar terbenam
Teruntai rintih
Perih
Di angin itu
Menyelimut
Denyut akut
Maut
Jangan takut
A. Sasmita
Purwodadi,
29 Maret 2011
Tuesday, 5 April 2011
Sendiri
Sendiri
Digenapi sepi
Demam gendam sunyi
Karam tanpa tepi
Merupa api
Wajah wajah matahari
Bersyair sepanjang nadi
Tentang elegi
Di hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati ini
Berbunyi
: kau!
A. Sasmita
Purwodadi,
26 Maret 2011
Digenapi sepi
Demam gendam sunyi
Karam tanpa tepi
Merupa api
Wajah wajah matahari
Bersyair sepanjang nadi
Tentang elegi
Di hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati
Hati
Hati ini
Hati ini
Hati ini
Berbunyi
: kau!
A. Sasmita
Purwodadi,
26 Maret 2011
Monday, 4 April 2011
Tanah leluhur
Tanah leluhur
Tanah leluhur kita
Masihkah merah
Sewarna darah
Atau telah rebah
Nyaris punah
Dahulu
Setelah akad
Semua mengikat tekad
Tak perlu huruhara
Apalagi duka cita
Tanah
Kita jejaki bersama
Air
Kita renangi bersama
Udara
Kita hirupi bersama
Sama rata sama rasa
Aku, kau dan mereka
Senyatanya sama
Insan yang merdeka
Sekarang
Air mata
Tipu daya
Angkara
Loba
Kuasa
Bertahta tanpa iba
Indonesia, kau hendak kemana?
A. Sasmita
Purwodadi,
17 Maret 2011
Tanah leluhur kita
Masihkah merah
Sewarna darah
Atau telah rebah
Nyaris punah
Dahulu
Setelah akad
Semua mengikat tekad
Tak perlu huruhara
Apalagi duka cita
Tanah
Kita jejaki bersama
Air
Kita renangi bersama
Udara
Kita hirupi bersama
Sama rata sama rasa
Aku, kau dan mereka
Senyatanya sama
Insan yang merdeka
Sekarang
Air mata
Tipu daya
Angkara
Loba
Kuasa
Bertahta tanpa iba
Indonesia, kau hendak kemana?
A. Sasmita
Purwodadi,
17 Maret 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)