Daun pisang
Membungkus sayang
Wajah siapa terbayang
Siang menjelang petang
Angin menyelendang
Mengikat rambutmu mayang
Senja
Daun Pisang tersemu jingga
Ada gelepar dalam dada
Akulah durjana
Tak pandai berkata
Aku tak mau dusta
Aku urai rasa
Berbicara kita
Semestinya mungkin tak terkata
A. Sasmita
Purwodadi,
14 Maret 2011
Saturday, 19 March 2011
Friday, 18 March 2011
Rembulan
Rembulan
Rembulan parang
Tubuh terselendang
Diombangambing buram
Ambang malam
Terbenam
Rembulan sabit
Jerit terjahit
Dingin didenyut
Detik berikut
Maut
Tiba kita
Uruti laut
Layari kerut
Nyekut
Rembulan belah
Apa yang telah
Ah..
A. Sasmita
Purwodadi,
23 Februari 2011
Rembulan parang
Tubuh terselendang
Diombangambing buram
Ambang malam
Terbenam
Rembulan sabit
Jerit terjahit
Dingin didenyut
Detik berikut
Maut
Tiba kita
Uruti laut
Layari kerut
Nyekut
Rembulan belah
Apa yang telah
Ah..
A. Sasmita
Purwodadi,
23 Februari 2011
Thursday, 17 March 2011
Janur kuning
Janur kuning
: Sekar Ningrum
Janur kuning
Terlanjur kering
Terhempas musim
Kemarau mataku
Kau membatu
Rintih berpeluh
Di tubuh
Aku rubuh
Simpuh tak lagi aku rengkuh
Doa ini kian angkuh
Risau berbau
Abu berdebu
Asap mengusap
Khilap kau ucap
Aku huni pelataran akhir
Malam yang menyihir
Mengintip desir
Di akhir syair
Kemari, kekasih
Mengalir
Mengalir
Mengalir
A. Sasmita
Purwodadi,
19 Februari 2011
: Sekar Ningrum
Janur kuning
Terlanjur kering
Terhempas musim
Kemarau mataku
Kau membatu
Rintih berpeluh
Di tubuh
Aku rubuh
Simpuh tak lagi aku rengkuh
Doa ini kian angkuh
Risau berbau
Abu berdebu
Asap mengusap
Khilap kau ucap
Aku huni pelataran akhir
Malam yang menyihir
Mengintip desir
Di akhir syair
Kemari, kekasih
Mengalir
Mengalir
Mengalir
A. Sasmita
Purwodadi,
19 Februari 2011
Wednesday, 16 March 2011
Ada Tuhan di balik batu
Ada Tuhan di balik batu
Batu itu seperti kabar
Isi sesak dada terbakar
Bertebaran
Berterbangan
Dirupa ribuan tawon
Birahi siap menyengat
Wajah para penghianat
Di sisa yang tersirat
Ketika ayat ayat
Menulis sayap sayap malaikat
Setauku
Ada Tuhan di balik batu
A. Sasmita
Purwodadi,
05 Februari 2011
Batu itu seperti kabar
Isi sesak dada terbakar
Bertebaran
Berterbangan
Dirupa ribuan tawon
Birahi siap menyengat
Wajah para penghianat
Di sisa yang tersirat
Ketika ayat ayat
Menulis sayap sayap malaikat
Setauku
Ada Tuhan di balik batu
A. Sasmita
Purwodadi,
05 Februari 2011
Tuesday, 15 March 2011
Musim
Musim
Apa yang terlihat di tubuh
Mendadak semua lumpuh
Subuh di altar para kelelawar
Aku tak berkelakar
Tentang fajar
Mengarsiri diam matamu
Apa sanggup aku tafsir?
Pernah terlihat darah nanah
Seperti musim tiba tiba berganti arah
Kemarau
Membakar sampai igau
Hujan
Merejam semua jelma dendam
Semi
Mengirisi sunyi sendiri
Dingin
Apa itu engkau ingin?
Darah
Nanah
Tertelan sudah
A. Sasmita
Purwodadi,
05 Februari 2011
Apa yang terlihat di tubuh
Mendadak semua lumpuh
Subuh di altar para kelelawar
Aku tak berkelakar
Tentang fajar
Mengarsiri diam matamu
Apa sanggup aku tafsir?
Pernah terlihat darah nanah
Seperti musim tiba tiba berganti arah
Kemarau
Membakar sampai igau
Hujan
Merejam semua jelma dendam
Semi
Mengirisi sunyi sendiri
Dingin
Apa itu engkau ingin?
Darah
Nanah
Tertelan sudah
A. Sasmita
Purwodadi,
05 Februari 2011
Monday, 14 March 2011
Rumah sakit
Rumah sakit
: Di apotik
Langkah terseret gegas
Secarik kertas
Coretan tentang nafas
Bacakanlah padaku
Mungkin ini tentang waktu
Benar Tuan, ini waktu
Berapa Tuan berani bayar
Beberapa puluh ribu
Maaf Tuan, semua tinggal masa lalu
"Asu!"
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
: Di apotik
Langkah terseret gegas
Secarik kertas
Coretan tentang nafas
Bacakanlah padaku
Mungkin ini tentang waktu
Benar Tuan, ini waktu
Berapa Tuan berani bayar
Beberapa puluh ribu
Maaf Tuan, semua tinggal masa lalu
"Asu!"
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
Sunday, 13 March 2011
Rumah sakit (tiga)
Rumah sakit
: Di lorong
Malam ini dingin
Angin pun gigil
Lorong ini memangil
Tidurlah. Tidur!
Apa yang aku pikir
Adalah desir doa syair
Air air hujan basah di talang
Mengirisi tengkuk
Dari bangsal ia terbatuk
"Bolehkah aku masuk?"
"Silahkan engkau masuk!"
Suara yang anggur
Memabukan
"Stt! Engkau punya uang?"
Tibatiba aku ngeliyeng
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
: Di lorong
Malam ini dingin
Angin pun gigil
Lorong ini memangil
Tidurlah. Tidur!
Apa yang aku pikir
Adalah desir doa syair
Air air hujan basah di talang
Mengirisi tengkuk
Dari bangsal ia terbatuk
"Bolehkah aku masuk?"
"Silahkan engkau masuk!"
Suara yang anggur
Memabukan
"Stt! Engkau punya uang?"
Tibatiba aku ngeliyeng
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
Saturday, 12 March 2011
Rumah sakit (dua)
Rumah sakit
: Di bangsal
Tubuh ini lempung
Duka luka tertampung
Murung di tempurung
Mendung aku kandung
Ia cantik, senyum simpatik
Dia gagah, senyum sumringah
Aku sangka malaikat
Ah, ternyata cuma makelar obat
"Bagaimana, Tuan mau yang mana?"
Sakit kian menggigit
Pahit
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
: Di bangsal
Tubuh ini lempung
Duka luka tertampung
Murung di tempurung
Mendung aku kandung
Ia cantik, senyum simpatik
Dia gagah, senyum sumringah
Aku sangka malaikat
Ah, ternyata cuma makelar obat
"Bagaimana, Tuan mau yang mana?"
Sakit kian menggigit
Pahit
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
Friday, 11 March 2011
Rumah sakit (satu)
Rumah sakit
: Di ruang tunggu
Aku bisu
Lidah menuang kelu
Hati mendadak bergelugu
Di mata lahir mendung paling kelabu
Bagaimana nyawa diganti tanya
"Uang anda berapa?"
Tentang sakit parah
"Tuan, tak punya uang? Lebih baik pasrah!"
Ah..
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
: Di ruang tunggu
Aku bisu
Lidah menuang kelu
Hati mendadak bergelugu
Di mata lahir mendung paling kelabu
Bagaimana nyawa diganti tanya
"Uang anda berapa?"
Tentang sakit parah
"Tuan, tak punya uang? Lebih baik pasrah!"
Ah..
A. Sasmita
Rembang,
30 Januari 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)