Katakan pada ku
Di seperti macam bagaimana rindu mu rupanya?
Ku dengar dari kelamnya malam
Katamu :
Rindu mu menyekap kalbu, memburu selalu hingga ngilu..karena sembilu
Dan luka luka membanjir
Bertahun getir
Aromanya anyir
Mendesak sukma
Karena
Tak pernah ku tanya.
Maka..
Ku tanya :
Katakan pada ku!
Sekarang..!
Sebelum aku pulang..
Purwodadi,
11 Mei 2010
Thursday, 30 September 2010
Kelabu
Kelabu
Berpasir berdebu
Berdesir rindu
Merayap merayu
Helai rambut merimba mu
Di kini aku
Di sisi dada ku
Ku hadirkan dunia berpendar
Tempat mu bersandar
Ragu?
Jangan!
Hanya untuk mu
Benar benar biru..
Tak kelabu!
Rembang,
23 Mei 2010
Berpasir berdebu
Berdesir rindu
Merayap merayu
Helai rambut merimba mu
Di kini aku
Di sisi dada ku
Ku hadirkan dunia berpendar
Tempat mu bersandar
Ragu?
Jangan!
Hanya untuk mu
Benar benar biru..
Tak kelabu!
Rembang,
23 Mei 2010
Wednesday, 29 September 2010
Kantuk
Kantuk
Bergelayut gelayut
Di ujung mata
Menganggu!
Menunggu?
Terkatup
oh..
Kau terkutuk..
Purwodadi,
3 juni 2010
Bergelayut gelayut
Di ujung mata
Menganggu!
Menunggu?
Terkatup
oh..
Kau terkutuk..
Purwodadi,
3 juni 2010
HATI
HATI
..........
Ada yang bertanya
: apa kau mencintainya?
Tak ku jawab
Aku: Diam
Ada yang bertanya lagi
: Apa kau mencintainya?
: Apa kau mencintainya?
: Apa kau mencintainya?
Ku jawab saja:
Aku pernah menulis dimatanya
Bait bait cinta
Aku pernah menulis dikeningnya
Bait bait cinta
Aku pernah menulis ditengkuknya
Bait bait cinta
Di punggung pualamnya..
Di tangan kakinya..
Kembali dimata, dikening, ditengkuknya..
Bahkan aku pun pernah menulis dan melukis
Di ujung dadanya
Di sela paha pahanya
Di rahim rahimnya
Jadi..
Jangan kau tanya!
Yakin kau mencintainya?
Maka dengan lantang kujawab
: TIDAK!!
Karena..
Aku tidak pernah menulis dan melukis
HATI
(A.S)
Purwodadi,
1 Juni 2010
..........
Ada yang bertanya
: apa kau mencintainya?
Tak ku jawab
Aku: Diam
Ada yang bertanya lagi
: Apa kau mencintainya?
: Apa kau mencintainya?
: Apa kau mencintainya?
Ku jawab saja:
Aku pernah menulis dimatanya
Bait bait cinta
Aku pernah menulis dikeningnya
Bait bait cinta
Aku pernah menulis ditengkuknya
Bait bait cinta
Di punggung pualamnya..
Di tangan kakinya..
Kembali dimata, dikening, ditengkuknya..
Bahkan aku pun pernah menulis dan melukis
Di ujung dadanya
Di sela paha pahanya
Di rahim rahimnya
Jadi..
Jangan kau tanya!
Yakin kau mencintainya?
Maka dengan lantang kujawab
: TIDAK!!
Karena..
Aku tidak pernah menulis dan melukis
HATI
(A.S)
Purwodadi,
1 Juni 2010
Tuesday, 28 September 2010
Adalah matanya yang berjeruji yang menahan aku tetap disana
Adalah matanya yang berjeruji yang menahan aku tetap disana
Di matanya
Ya! Matanya
Dunia tanpa kata
Hanya nyala
Bahkan saat tak purnama
Matanya
Sungguh matanya
Penjara jiwa
Siapa siapa
Yang bersapa..
Karangawen
Demak, 28 Mei 2010
Di matanya
Ya! Matanya
Dunia tanpa kata
Hanya nyala
Bahkan saat tak purnama
Matanya
Sungguh matanya
Penjara jiwa
Siapa siapa
Yang bersapa..
Karangawen
Demak, 28 Mei 2010
Adakalanya di suatu malam aku mengores langit dan berharap bintang berguguran agar dapat kupunguti satu persatu lalu kubawa pulang dan kusandingkan di kedua bola matamu
Adakalanya di suatu malam aku mengores langit dan berharap bintang berguguran agar dapat kupunguti satu persatu lalu kubawa pulang dan kusandingkan di kedua bola matamu
Ya!
Keduaduanya..
Tepat di tengahnya
Ya!
Di dunia
Di mana
Cahaya
Tak bernyawa
Rembang, 30 Mei 2010
Ya!
Keduaduanya..
Tepat di tengahnya
Ya!
Di dunia
Di mana
Cahaya
Tak bernyawa
Rembang, 30 Mei 2010
Sunday, 26 September 2010
Menyulam waktu
Menyulam waktu
Ibu biasa menyulam waktu
Bertahun lalu
Ujung jalan berdebu berliku
Saksi kelu tiap laku
Berharap jadi kelambu
Antara rumah patok nisan
Takluk tertunduk dengan segan
Tiap jejak bercerita angan
Tertinggal ditetak langkah sandal kumal
Laju kakinya tersengal
Dihelanya keujung jalan
Berdebu
Berliku
Berharap jadi kelambu
Ibu
Bersetia dengan debu
Bermesra dengan liku
Di ujung jalan menunggu
Datang mu
Genggam rindu
Ibu telah menyulam waktu
Sekarang jadi kelambu
Untuk mu
Dunia mu
Tak akan layu!
Rembang,
20 Juni 2010
Ibu biasa menyulam waktu
Bertahun lalu
Ujung jalan berdebu berliku
Saksi kelu tiap laku
Berharap jadi kelambu
Antara rumah patok nisan
Takluk tertunduk dengan segan
Tiap jejak bercerita angan
Tertinggal ditetak langkah sandal kumal
Laju kakinya tersengal
Dihelanya keujung jalan
Berdebu
Berliku
Berharap jadi kelambu
Ibu
Bersetia dengan debu
Bermesra dengan liku
Di ujung jalan menunggu
Datang mu
Genggam rindu
Ibu telah menyulam waktu
Sekarang jadi kelambu
Untuk mu
Dunia mu
Tak akan layu!
Rembang,
20 Juni 2010
Menanam malam, berbunga mimpi
Menanam malam, berbunga mimpi
Menanam malam
Di matahari yang lambat terbenam
Kisah bulan mendadak buram
Cahayanya larut terpendam padam
Bukan harus menggarami awan
Agar kelana rasa sanggup tertelan
Ini senja bercerita jingga
Hadir dan ada ditengah iga
Untuk malam berbunga mimpi
Aku disini!
Purwodadi,
24 Juni 2010
Menanam malam
Di matahari yang lambat terbenam
Kisah bulan mendadak buram
Cahayanya larut terpendam padam
Bukan harus menggarami awan
Agar kelana rasa sanggup tertelan
Ini senja bercerita jingga
Hadir dan ada ditengah iga
Untuk malam berbunga mimpi
Aku disini!
Purwodadi,
24 Juni 2010
Saturday, 25 September 2010
Senyum
Senyum
Apa mula sore ini mengembara
Sayap sayap bibir sang dara
Menangkup dada saat bergerak manja
Siapa sanggup bilang tak jelita
Duduk takluk mata terpana
Hati kikuk jiwa terpenjara
Nyali apa bilang tak juwita
: Nyaris gila!
. . . . .
tia
Purwodadi,
25 Juni 2010
Apa mula sore ini mengembara
Sayap sayap bibir sang dara
Menangkup dada saat bergerak manja
Siapa sanggup bilang tak jelita
Duduk takluk mata terpana
Hati kikuk jiwa terpenjara
Nyali apa bilang tak juwita
: Nyaris gila!
. . . . .
tia
Purwodadi,
25 Juni 2010
Ingin ku begitu tuan
Ingin ku begitu tuan
: Fai
Ingin ku begitu tuan
Menaklukkan sayap sayap elang
Tak lagi terbang
Mungkin bersawah dan berladang
Jadi petani dalam hati
Layaknya tuan sang mata rajawali
Tuan tahu
Kisah waktu kadang menipu
Tak tetap hanya lalu dan berlalu
Selain satu langkahnya tak ragu
: selalu maju
Kapan nanti datang
Bertutur tentang
Senja jelita
Jingga juwita
Bernama
: Septiana
Purwodadi,
26 Juni 2010
: Fai
Ingin ku begitu tuan
Menaklukkan sayap sayap elang
Tak lagi terbang
Mungkin bersawah dan berladang
Jadi petani dalam hati
Layaknya tuan sang mata rajawali
Tuan tahu
Kisah waktu kadang menipu
Tak tetap hanya lalu dan berlalu
Selain satu langkahnya tak ragu
: selalu maju
Kapan nanti datang
Bertutur tentang
Senja jelita
Jingga juwita
Bernama
: Septiana
Purwodadi,
26 Juni 2010
Friday, 24 September 2010
Pelangi
Pelangi
Langit ini hitam
Tercelup mendung awan
Cahaya tertawan diam
: Dan hujan
Sereda hujan hadir pelangi
Kenapa tak kali ini?
Masih kau simpan disana?
Pelangi dan cahaya
Di sela rambut aduhai mu betapa
Tia
Purwodadi,
02 Juli 2010
Langit ini hitam
Tercelup mendung awan
Cahaya tertawan diam
: Dan hujan
Sereda hujan hadir pelangi
Kenapa tak kali ini?
Masih kau simpan disana?
Pelangi dan cahaya
Di sela rambut aduhai mu betapa
Tia
Purwodadi,
02 Juli 2010
Bercak waktu memutar rindu
Bercak waktu memutar rindu
Ialah bercak waktu
Lama pernah semat di ujung dada ku
Sewarna emas
Kadang jadi cemas
Kala malam pergi berkemas
Dan pagi datang bergegas
Ialah bercak waktu
Kini memutar rindu
Di ujung dada ku
Yang kini membiru
Rasanya
Aduhai betapa
: Linu!
Kudus,
03 Juli 2010
Ialah bercak waktu
Lama pernah semat di ujung dada ku
Sewarna emas
Kadang jadi cemas
Kala malam pergi berkemas
Dan pagi datang bergegas
Ialah bercak waktu
Kini memutar rindu
Di ujung dada ku
Yang kini membiru
Rasanya
Aduhai betapa
: Linu!
Kudus,
03 Juli 2010
Air mata
Air mata
Bahkan telah menyusun tulang
Dalam rangkai kuntum kembang
Bahkan karena siang gersang
Tumbuh di tubuh telanjang
Bahkan juga mengajak keusang ranjang
Merangsang gelinjang antara telentang kutang
Bahkan pun menjajah pelepah resah desah yang pasrah
Ah..
Kemana air mata?
Aku ingin bicara!
Purwodadi,
06 Juli 2010
Bahkan telah menyusun tulang
Dalam rangkai kuntum kembang
Bahkan karena siang gersang
Tumbuh di tubuh telanjang
Bahkan juga mengajak keusang ranjang
Merangsang gelinjang antara telentang kutang
Bahkan pun menjajah pelepah resah desah yang pasrah
Ah..
Kemana air mata?
Aku ingin bicara!
Purwodadi,
06 Juli 2010
Thursday, 23 September 2010
Desah
Desah
Dari kamar pada dinding anyaman bambu
Kau dengar orgasme merajuk merayu
Buahi sunyi hujan
Dari kayu pada ranjang
Kau dengar jerit derit gelinjang
Basahi malam
''Ah..''
Desah
: para kelamin batu
Purwodadi,
13 Juli 2010
Dari kamar pada dinding anyaman bambu
Kau dengar orgasme merajuk merayu
Buahi sunyi hujan
Dari kayu pada ranjang
Kau dengar jerit derit gelinjang
Basahi malam
''Ah..''
Desah
: para kelamin batu
Purwodadi,
13 Juli 2010
Rani
Rani
Mungil tubuh Rani
Gadis si rambut poni
Duduk di tepi
Memilin hari
Menjalin mimpi
Mungkin dari pagi
Sendiri
Tiba tiba api
Semak belukar hati
Terbakar
Terbakar
Membesar
Suatu hari nanti!
Rani
Purwodadi,
17 Juli 2010
Mungil tubuh Rani
Gadis si rambut poni
Duduk di tepi
Memilin hari
Menjalin mimpi
Mungkin dari pagi
Sendiri
Tiba tiba api
Semak belukar hati
Terbakar
Terbakar
Membesar
Suatu hari nanti!
Rani
Purwodadi,
17 Juli 2010
Wednesday, 15 September 2010
Negeri Penyanyi
Negeri Penyanyi
Entah kenapa negeri ini
Materi merajai
Bukan memberi
Berbagi
Negeri ini ngeri
Pemimpin banci
Asik basabasi
Nyali,
Harga diri
Kemana pergi?
Tinggal tunggu mati!
Nyanyi
Cukup, Krisdayanti!
Purwodadi,
5 September 2010
Entah kenapa negeri ini
Materi merajai
Bukan memberi
Berbagi
Negeri ini ngeri
Pemimpin banci
Asik basabasi
Nyali,
Harga diri
Kemana pergi?
Tinggal tunggu mati!
Nyanyi
Cukup, Krisdayanti!
Purwodadi,
5 September 2010
Thursday, 2 September 2010
Menyeduh rindu
Menyeduh rindu
Siapa menyeduh rindu
Di tungku dari batu
Berbahan bakar kayu
Kemarin
Diambil dari hutan mungkin
Seduhan air mata rindu
Bertanya bertahta pada pilu
Siapa perah dari ulu
Apa salah belajar dari batu
Keras ikat berharap lapuknya waktu
Tuhan mengerti
Dimana mengail mimpi
Dari nyeri yang berkelahi
Ini rindu
: Kini candu
Rembang,
21 Juni 2010
Siapa menyeduh rindu
Di tungku dari batu
Berbahan bakar kayu
Kemarin
Diambil dari hutan mungkin
Seduhan air mata rindu
Bertanya bertahta pada pilu
Siapa perah dari ulu
Apa salah belajar dari batu
Keras ikat berharap lapuknya waktu
Tuhan mengerti
Dimana mengail mimpi
Dari nyeri yang berkelahi
Ini rindu
: Kini candu
Rembang,
21 Juni 2010
Ibu
Ibu
Nak ambilkan air mata
Tadi jatuh dikaki meja
Ya. Didekat jendela
Nak bawa kemari
Hangat dan matangkan lagi
Ya. Terseduh ribuan matahari
Nak telah didih
Kapan tertagih
Purwodadi,
17 Juli 2010
Nak ambilkan air mata
Tadi jatuh dikaki meja
Ya. Didekat jendela
Nak bawa kemari
Hangat dan matangkan lagi
Ya. Terseduh ribuan matahari
Nak telah didih
Kapan tertagih
Purwodadi,
17 Juli 2010
Datang
Datang
Benarkah hari ini kau akan datang, kekasih?
Atau mungkin kau sengaja membuat aku menunggu di rindu yang semakin mewabah dan menjadikan udara dalam radius tiga puluh satu tombak di sekitar ku tiba tiba lembab berembun yang bilamana dalam radius itu ada kuncup bunga maka akan segera bermekaran dan bilamana ada bebunga yang layu akan seketika gugur dan menjadi kuncup baru yang aduhai berseri
Atau mungkin kau juga ternyata justru menunggu di rindu mu yang semakin bagai kompas tak terarah dan menjadikan kau resah, gundah, gelisah dan akhirnya pasrah melangkah menemu dunia yang patah dan pecah
Kekasih..
Rinduku tak layu!
"Selamat datang"
Kudus,
9 Agustus 2010
Benarkah hari ini kau akan datang, kekasih?
Atau mungkin kau sengaja membuat aku menunggu di rindu yang semakin mewabah dan menjadikan udara dalam radius tiga puluh satu tombak di sekitar ku tiba tiba lembab berembun yang bilamana dalam radius itu ada kuncup bunga maka akan segera bermekaran dan bilamana ada bebunga yang layu akan seketika gugur dan menjadi kuncup baru yang aduhai berseri
Atau mungkin kau juga ternyata justru menunggu di rindu mu yang semakin bagai kompas tak terarah dan menjadikan kau resah, gundah, gelisah dan akhirnya pasrah melangkah menemu dunia yang patah dan pecah
Kekasih..
Rinduku tak layu!
"Selamat datang"
Kudus,
9 Agustus 2010
Tak ada kata berhenti di sini

Engkau tangis yang mengiris angin
Dalam malam malam berselimut dingin
Di aroma aroma beribu ragu
Di candu kupu kupu pemburu madu
Pada kembang yang selalu mekar
Dia tahu kumbang tak pernah ingkar
Pada matahari yang menyerupa hari terik
Dia serbuksari yang mencinta hati sang putik
Karena tak ada kata berhenti
Disini: tak mati!
Purwodadi,
13 Agustus 2010
Matahari dan Bulan
Matahari dan Bulan
Sebagai Matahari
: Aku selalu membuahi fajar pagi
Sebagai Matahari
: Aku seluas pandang ketika siang gersang
Sebagai Matahari
: Aku jingga juwita ketika senja merona
Sebagai Matahari
: Aku waktu saat kau bertemu ragu
Sebagai Matahari
: Aku energi cinta yang tak mendusta
Karena sesunguhnya Matahari mencintai Bulan
: Simpanlah cahayaku!
Purwodadi, 28 Juli 2010
Sebagai Matahari
: Aku selalu membuahi fajar pagi
Sebagai Matahari
: Aku seluas pandang ketika siang gersang
Sebagai Matahari
: Aku jingga juwita ketika senja merona
Sebagai Matahari
: Aku waktu saat kau bertemu ragu
Sebagai Matahari
: Aku energi cinta yang tak mendusta
Karena sesunguhnya Matahari mencintai Bulan
: Simpanlah cahayaku!
Purwodadi, 28 Juli 2010
Kangen
Kangen
Kotaku terasa asing
Di malam yang sebenarnya bising
Karena hujan? Atau angin tak lagi berdesing
Dari kangen yang telah mendarah daging
Di rahim air mata lahirkan bening
Bagai pohon cinta berdaun tak kuning
Jangan, kering!
Ning
Rembang,
15 Agustus 2010
Kotaku terasa asing
Di malam yang sebenarnya bising
Karena hujan? Atau angin tak lagi berdesing
Dari kangen yang telah mendarah daging
Di rahim air mata lahirkan bening
Bagai pohon cinta berdaun tak kuning
Jangan, kering!
Ning
Rembang,
15 Agustus 2010
Embun
Embun
Senyum embun memupuk pucuk daun
Ilalang gelisah di fajar yang melamun
Mentari tak tampak batang hidung
Padahal burung nuri telah berdendang
Dan mendung mengepal ke utara
Bagai deret tentara menuju medan laga
Bersenjata apa saja
Bertameng cuma kulit dada
Yang telah beratus musim duka
Tak bersandang kecuali usangnya, gersangnya, kutang
Seperti cerita masa kecil
Di ninabobokan ibu dan si kancil
Dan setelahnya aku selalu lelap dan tidur
Mencoba mimpi mimpi, ku kail
Ku dapat hanya gigil dan krikil yang cuil
Senyum embun tak pernah hilang
Walau hujan tak terbendung
Karena..
Aku pulang!
Purwodadi - Rembang,
14 Agustus 2010
Senyum embun memupuk pucuk daun
Ilalang gelisah di fajar yang melamun
Mentari tak tampak batang hidung
Padahal burung nuri telah berdendang
Dan mendung mengepal ke utara
Bagai deret tentara menuju medan laga
Bersenjata apa saja
Bertameng cuma kulit dada
Yang telah beratus musim duka
Tak bersandang kecuali usangnya, gersangnya, kutang
Seperti cerita masa kecil
Di ninabobokan ibu dan si kancil
Dan setelahnya aku selalu lelap dan tidur
Mencoba mimpi mimpi, ku kail
Ku dapat hanya gigil dan krikil yang cuil
Senyum embun tak pernah hilang
Walau hujan tak terbendung
Karena..
Aku pulang!
Purwodadi - Rembang,
14 Agustus 2010
Bukan
Bukan
Bukan terhadap malam aku cemburu
Ruang dan waktu juga tak
Bukan terhadap awan dan bintang beribu
Langit dan gugus tata surya aku tak
Bukan ketika dimana kelam
Mengelar altar geletar ribuan kumbang hitam
Yang memangsa ketiak melati
Padahal telah lama ranumnya pucat dan pasi
Bukan terhadap jiwa
Menenun rerimbun bunga bunga
Kau tanam dalam benjana mata
Bukan ketika titik didih
Menemu perih, pedih, letih, pun sedih
Tetapi
Ini
Serpihan
rindu menahun
Sanggup kau minum! Bukan?
Purwodadi, 28 Juli 2010
Bukan terhadap malam aku cemburu
Ruang dan waktu juga tak
Bukan terhadap awan dan bintang beribu
Langit dan gugus tata surya aku tak
Bukan ketika dimana kelam
Mengelar altar geletar ribuan kumbang hitam
Yang memangsa ketiak melati
Padahal telah lama ranumnya pucat dan pasi
Bukan terhadap jiwa
Menenun rerimbun bunga bunga
Kau tanam dalam benjana mata
Bukan ketika titik didih
Menemu perih, pedih, letih, pun sedih
Tetapi
Ini
Serpihan
rindu menahun
Sanggup kau minum! Bukan?
Purwodadi, 28 Juli 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)